Catatan Miring Pemekaran Daerah Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 : Refleksi Sewindu Presidium Sumsel Barat
Rp80.000
Judul : Catatan Miring Pemekaran Daerah Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 : Refleksi Sewindu Presidium Sumsel Barat
Penulis : Prasetyo Nugraha
Sinopsis Buku :
Salah satu persoalan krusial yang tak mampu terjawab selama periode pemerintahan Jokowi[1] ialah otonomi daerah. Diskursus otonomi daerah terutamanya pembentukan daerah otonomi baru (DOB) terasa kering ditenggorokan pemerintah, padahal kue kekuasaan yang dinikmati penguasa saat ini tidak luput dari semangat otonomisasi daerah yang diperjuangkan selama puluhan tahun oleh para aktivis dan pejuang pemekaran[2].
Pada dasarnya konsepsi daerah yang otonom adalah untuk mencapai pemerataan dalam pembangunan yang hasilnya merupakan dalam rangka peningkatkan kesejahteraan rakyat. Di samping itu otonomi daerah diorientasikan untuk menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat agar bisa meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal.
[1] Pemekaran daerah terakhir pada tahun 2013 dan 2014, yaitu ; Kab. Malaka pemekaran dari Belu, Kab. Penungkal Abab Lematang Ilir pemekaran dari Muara Enim, Kab. Mahakam Ulu pemekaran dari Kutai Barat, Kab. Mamuju Tengah pemekaran dari Mamuju, Kab. Kolaka Tikur pemekaran dari Kolaka, Kab. Musi Rawas Utara pemekaran dari Musi Rawas, Kab. Muna Barat pemekaran dari Muna, dan Kab. Buton Tengah serta Buton Selatan pemekaran dari Buton.
[2] “Otonomi daerah seluas-luasnya” adalah salah satu amanat reformasi 1998 yang wajib dilaksanakan penyelenggara Negara
Reviews
There are no reviews yet.