Penyakit Nabi Ayub Dalam Al-Qur’an: Pendekatan Ibnu Katsir Dan Al-Sayyid Muhammad Bin’alawi Al-Maliki
Rp90.000
Judul : Penyakit Nabi Ayub Dalam Al-Qur’an: Pendekatan Ibnu Katsir Dan Al-Sayyid Muhammad Bin’alawi Al-Maliki
Penulis : Farhan Faris
Sinopsis Buku :
Penafsiran Al-Qur’an dimulai sejak Nabi Muhammad SAW menyampaikan kitab suci itu kepada umatnya. Fakta sejarah ini diakui tanpa penolakan oleh berbagai pihak, termasuk sejarawan dari Barat dan Timur, serta kalangan Muslim dan non-Muslim. Bukti yang sah dan diterima luas telah menyokong penafsiran Al-Qur’an, sehingga tidak mungkin untuk menolaknya. Ketika Al-Qur’an pertama kali diturunkan, penafsirannya langsung berasal dari Allah SWT yang menurunkannya[1] Ini berarti bahwa beberapa ayat yang turun memberikan penjelasan terhadap bagian lainnya, memungkinkan pendengar atau pembaca untuk memahami maksudnya dengan lebih baik berdasarkan penjelasan ayat yang diturunkan.
Namun, terdapat perbedaan mendasar dalam penafsiran Al-Qur’an setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan masa sebelum wafatnya. Selama kehidupan Nabi Muhammad SAW, tidak ada kepentingan pribadi yang terlibat dalam perjuangan untuk mewujudkan cita-cita Islam. Fokus utama Nabi Muhammad adalah kebebasan manusia dan tanpa adanya motif kepentingan pribadi. Namun, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, terjadi persaingan kekuasaan yang didasari oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Keberadaan Islam di Mekkah sejak awal bukan hanya sebagai revolusi teologis, karena dari segi teologi, ajaran Islam sudah dikenal oleh masyarakat Mekkah. Bahkan, penganut agama Kristen dan Yahudi di Mekkah sudah familiar dengan ajaran teologis yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, termasuk penggunaan nama Allah yang sudah umum di kalangan masyarakat Mekkah
[1] Nasruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003, hal. 4.
Reviews
There are no reviews yet.